Di dalam hatiku. Di dalam hatimu. Kusimpan cintamu. Untuk selamanya; Kepegang tanganmu. Kau pegang tanganku. Kita satu langkah. Kita satu tujuan. Menuju bahagia; Berjanji kuberjanji. Setulus hati ini.Tak akan kuingkari. Kasih, aku cinta padamu; Tuhan bimbinglah kami. Dalam menggapai cita. Menuju bahtera cinta. Kasih, aku cinta padamu
Bukan bermaksud ingin bernostalgia, apalagi beromantis-romantisan jika penulis mengawali tulisan ini dengan petikan syair lagu Desy Ratnasari “Aku Cinta Padamu” di atas. Akan tetapi lirik lagu tersebut mencoba mengajak pembaca untuk merenungi apa yang terjadi di Bulan Pebruari 2009 ini.
Memasuki bulan Pebruari setiap tahunnya, dunia ini seakan-akan hanya satu warna. Mall, Pusat Perbelanjaan, dan beberapa tempat-tempat yang biasanya ramai dikunjungi orang biasanya ditata dengan dominan warna pink yang oleh sebagian besar masyarakat khususnya generasi muda menyebutnya sebagai warna kasih sayang. Tempat-tempat hiburan pun hanya menyajikan lagu-lagu yang bertemakan kasih sayang, percintaan, dan pacaran. Tulisan yang sering terbaca hanyalah cinta or love.
Memang, 14 Pebruari, bagi orang barat dirayakan sebagai hari kasih sayang yang lebih dikenal sebagai “Valentine day”. Tapi entah kenapa, budaya valentine day ternyata juga telah terjangkit bagi sebagian remaja Islam Indonesia?
Tak dapat dipungkiri, kasih sayang adalah pemberian Allah SWT kepada hamba-Nya. Dari sifat ke-Maha Sucinya Allah, kasih sayang itu memunculkan cinta sebagaimana pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”. Bentuk cinta tidak dapat diterka, tetapi dampaknya luar biasa. Cinta adalah software yang Allah SWT ciptakan pada manusia, yang dapat mengangkat harkat manusia jika manusia itu berhasil mengemas cinta yang tepat dijalan-Nya. Akan tetapi, kenyataannya tidak sedikit ada kemaksiatan, perzinahan yang muncul atas nama cinta.
Allah SWT dalam Surat Al-Hujurat : 13 menyebutkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan lalu dijadikannya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Firman Allah SWT tersebut merupakan suatu bukti diakuinya hubungan antar manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Kendati demikian, kita tetap dituntut untuk mengutamakan hubungan dengan Allah (Hablun Minannas, wa Hablun Minallaah).
Rasa kasih sayang dan cinta terhadap lawan jenis yang merupakan karunia-Nya, harus disyukuri dengan memanfaatkannya melalui upaya penting yang tidak bertentangan dengan hukum-Nya. Dengan demikian, cinta terhadap lawan jenis bukan suatu yang terlarang dalam Islam. Jadi, laki-laki mencintai perempuan bergitupun sebaliknya itu dijamin 100% halal sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat Ali-Imran : 14 yang artinya “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang dicintai yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah-ladang. Itulah kesenangan didunia dan Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
Jika dikaji, kata remaja merupakan singkatan dari Rencana Masuk Jannatunnaim (Surga), dan berdasarkan pembahasan tersebut diatas, meski cinta itu bukan sebuah musibah melainkan sebuah anugerah dari Allah SWT yang harus disyukuri dan tidak diingkari, sebab kalau mengingkari perasaan cinta itu, maka sama artinya mengingkari ataupun menolak karunia dari Allah SWT, akan tetapi sebagai generasi Islam, mestinya membedakan makna cinta dengan pacaran.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau rasa sayang ataupun rasa sangat kasih atau tertarik hatinya. Sedangkan pacaran merupakan suatu fase untuk saling “observasi” atau mencari tahu atau penjajagan kepribadian lawan jenis. Maksudnya mengenal dirinya, keluarganya dan lingkungannya. Termasuk mengenal lebih dekat sifat, watak dan kegemaran lawan jenis. Dengan demikian, kelak bisa diketahui apakah layak atau tidak untuk dilanjutkan kejenjang pernikahan.
Kata pacar sendiri berasal dari nama sejenis tanaman hias yang cepat layu dan mudah disemaikan kembali, tanaman ini tidak bernilai ekonomis (murah) sehingga tidak diperjualbelikan. Hal ini sebagai simbol bahwa pacaran adalah perilaku yang tidak bernilai. Jika suatu waktu puas dengan pacarnya, maka dia akan mudah beralih kepada pacarnya yang baru.
Kalau seperti ini, masih perlukah merayakan valentine day? Jawabnya optimis TIDAK, apalagi jika dilihat dari catatan sejarahnya, valentine day ini tidak ada sangkut pautnya dengan Indonesia sekaligus bukan perayaan keagamaan.
Satu hal lagi yang perlu dicatat, bahwa dalam keseharian kita, tentu setiap detik kita rasakan kasih sayang dari orang-orang disekeliling kita, terutama dari kedua orang tua kita dan orang-orang yang kita kasihi। Kasih sayang itu juga kita rasakan datangnya dari Sang Maha Pencipta, dengan mengizinkan kita menggunakan fasilitas di muka bumi ini dengan serba gratis. Oksigen yang kita hirup, Cahaya yang kita gunakan melihat, air yang kita minum adalah sebagian kecil dari karunia yang diturunkan kepada kita sebagai aplikasi kasih sayang-Nya kepada kita umat manusia. Logikanya kasih sayang, terjadi bukan hanya pada tanggal 14 Pebruari, akan tetpi setiap detik dalam kehidupan ummat manusia. Olehnya itu, Syukurilah.